PT Telekomunikasi Indonesia (Persero) Tbk akan mengucurkan investasi yang cukup besar untuk pengembangan bisnis pada tahun ini, atau mencapai sekitar 25 persen dari pendapatan.
Direktur Utama Telkom Ririek Adriansyah mengatakan bahwa perseroan bersiap membelanjakan investasi cukup besar untuk pengembangan lini bisnis pusat data , big data, dan cloud computing.
Dia memaparkan bahwa dana investasi yang dibutuhkan akan mencapai 25 persen dari pendapatan 2019. Namun, dia belum dapat merinci berapa nominal pasti alokasi investasi tahun ini. Dia hanya mengatakan bahwa investasi ini akan mengandalkan dana internal.
“Saya tidak hafal angkanya tapi pasti kita akan kembangkan ke arah situ, tapi angkanya berapa belum tahu. Sudah ada dananya, cuma jumlahnya yang saya gak hafal, [sumber dananya] Internal,” katanya di Jakarta.
Dia mengatakan bahwa dalam waktu dekat perseroan akan meluncurkan beberapa produk baru tersebut. Namun, dia meyakini bahwa produk ini akan menghadapi tantangan yang cukup besar untuk dipasarkan kepada konsumen.
Pasalnya, produk ini berbeda dengan produk lain milik Telkom yang kebanyakan merupakan produk solution base. Artinya, perlu waktu dan strategi yang tepat untuk memasarkan produk tersebut kepada masyarakat.
“Akan butuh effort agar masyarakat khususnya di B2B untuk memahami itu, dan kemudian bisa menggunakannya agar bisa lebih efisien. Secara tidak langsung hal itu juga akan berkontribusi pada negara karena dengan digitaslisasi akan ada berbagai value yang dicptakan dari berbagai sektor,” jelasnya.
Secara umum dia memprediksi tahun ini akan tetap menjadi yang menantang untuk perusahaan telekomunikasi. Pertumbuhan bisnis data diperkirakan akan tetap tumbuh belasan persen, tetapi bisnis legacy akan semakin menyusut.
Rencana pengembangan bisnis ini sejalan dengan arahan Menteri BUMN Erick Thohir yang kerap menyentil perseroan di muka publik. Bisnis data dinilai sebagai ‘The New Oil’ yang akan menjadi sumber cuan di masa mendatang.
Sebelumnya Erick Thohir menyebut Telkom harus berinovasi dan tidak hanya bisa mengandalkan Telkomsel sebagai pendulang laba.
“Enak jadi Telkom, Telkomsel dividen, revenue Telkomsel digabung ke Telkom hampir 70 persen. Lebih baik tidak ada Telkom. Langsung aja Telkomsel dimiliki oleh Kementerian BUMN, dividennya jelas,” katanya di Jakarta.
Dia mengatakan Telkom semestinya dapat beradaptasi dengan perubahan dan era disrupsi. Menurutnya, Peluang pengembangan bisnis big data semestinya diambil oleh Telkom, bukan oleh pelaku usaha usaha dari luar negeri.
“Infrastruktur Telkom itu sudah luar biasa, kenapa itu tidak jadi bisnis, bahkan juga yang namanya big data, cloud itu juga jadi sebuah bisnis, jangan sampai diambil lagi oleh asing, kemarin saya rasain waktu Asian Games saya harus pakai Ali Cloud, kenapa gak dilakukan oleh Telkom?” katanya.
Selain Telkom, Erick turut menyindir PT Perusahaan Listrik Negara (Persero). Dia mengatakan bahwa PLN harus siap dengan kebutuhan energi hijau yang lebih besar di masa mendatang. PLN juga diminta berfokus pada distribusi kebutuhan listrik, bukan berfokus pada pembangunan tower.
“Tidak mungkin anti renewable energy, dan itu ada teknologinya dan kita target 23 persen. Kalau PLN tidak siap dengan perubahan itu akan berat, apalagi ini tuntutan zaman, green energy harus terjadi. Saya tidak mau PLN tidak fokus ke bisnis intinya yaitu distribusi, tidak usah bikin tower-towernya,” jelasnya.
Buat Danai Startup
PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. mengalokasikan anggaran sekitar US$300 juta hingga US$500 juta untuk mendanai perusahaan rintisan atau startup. Sebelumnya Telkom telah telah menggelontorkan sekitar USD100 juta kepada 34 perusahaan rintisan di Indonesia dan global.
Wakil Menteri BUMN Budi Gunadi Sadikin mengatakan aksi korporasi tersebut dirasa penting untuk menyikapi pertumbuhan ekonomi digital Indonesia.
“Karena Telkom itu industri dengan capex yang sangat tinggi, EBITDA menurun, pendapatan stagnan, jadi kami harus bergerak dari hanya infrastruktur digital ke digital platform,” katanya dalam DevCon/Digital Economy Summit 2020 di Jakarta.
Selain itu, Telkom juga membentuk Indigo sebagai inkubator. Budi menilai startup bukan hanya membutuhkan modal, tetapi juga pendampingan. Pendampingan itu mencakup fasilitas kantor hingga akses kepada para ahli di bidangnya.
“Saat ini Telkom telah menjadi rumah lebih kurang sebanyak 80 startup,” ujarnya.
Dalam acara yang sama, Presiden Joko Widodo menegaskan jangan sampai Indonesia hanya menjadi pasar di tengah pesatnya perkembangan industri digital. Dia berharap ekonomi digital dapat memberikan manfaat kepada perekonomian dalam negeri dan masyarakat.
Jokowi mencatat nilai ekonomi digital di Indonesia pada 2015 mencapai US$8 miliar atau sekitar Rp120 triliun. Angka tersebut tumbuh lebih dari 4 kali lipat pada tahun lalu menjadi US$40 miliar atau Rp560 triliun. Pada 2025, dia memprediksi nilai ekonomi digital di Indonesia akan tumbuh jauh lebih besar atau menjadi US$133 miliar.
Selain itu Indonesia sat ini tercatat dalam daftar 5 besar negara dengan perusahaan rintisan atau startup teraktif setelah Amerika Serikat, India, Inggris, dan Kanada. Hal itu dicapai dengan jumlah perusahaan rintisan sebanyak 2.193.
“Ada 1 dekakorn, ada 4 unikorn, dan salah satu [pendirinya] saya jadikan menteri,” kata Jokowi.
Istilah dekakorn merupakan gelar yang diberikan kepada startup yang memiliki valuasi lebih dari US$10 miliar. Sementara itu unikorn adalah perusahaan rintisan dengan valuasi lebih dari US$1 miliar.
Berdasarkan CB Insight, Gojek yang didirikan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Makarim tergolong sebagai decacorn. Tokopedia, Ovo, Bukalapak, dan Traveloka menjadi perusahaan rintisan yang telah memiliki valuasi lebih dari US$1 miliar.
Menurut Jokowi, ekonomi digital Indonesia dapat berkembang lebih jauh lagi. Perusahaan rintisan dapat memanfaatkan jumlah penduduk Indonesia yang keemapt terbesar di dunia, atau sebanyak 267 juta jiwa. Pun penetrasi pasar internet setiap tahun masih terus tumbuh.
Pada tahun lalu pasar internet, kata Jokowi, naik dari 55 persen menjadi 65 persen. Pada 2018 pengguna internet di Indonesia telah mencapai 171 juta atau bertambah 100 juta dalam 10 tahun terakhir.












