Dalam jangka pendek bisa jadi sebuah korporasi tidak menghasilkan profit asalkan mereka tetap memiliki cash flow sehingga bisa mendanai biaya operasional perusahaan. Untung tipis lah yang penting bisa BEP, kata Ko Awong teman Tionghoa saya.
Ko Awong bilang hanya mengambil 2% untuk jual besi. Bahkan Ko Awong sengaja buat rugi harga pasir supaya menarik konsumen membeli di toko bangunannya ( loss leader strategy).
Demikian juga kawan saya yang lain seorang software Developer menyatakan bahwa terpaksa mengambil proyek-proyek yang marginnya tipis Asal bisa untuk membiayai gaji karyawannya dalam masa-masa sulit setelah Covid ini.
Jangankan swasta, pemerintah saja mengalami kesulitan cash flow. Terbukti inisiatif kenaikan UKT perguruan tinggi dan juga inisiatif Tapera banyak pengamat yang mengatakan bahwa hal itu adalah program dalam rangka menyelamatkan cash flow negara.
Pertanyaannya mengapa korporasi atau bahkan negara kesulitan cash flow/cashflow drain?
Di level korporasi kesulitan cash flow karena modal kerja yang ada sudah tidak mencukupi. Penyebab dasarnya di sini. Kalau modal kerjanya masih mencukupi maka tidak akan terjadi kesulitan cash flow Karena perusahaan bisa mengambil cadangan dari modal kerja tersebut untuk membiayai operasional perusahaan
Selain karena jumlah omset yang terus menurun artinya akuisisi pelanggan tidak berjalan, masalah cash flow terjadi karena 99% korporasi yang kami amati itu tidak memiliki DIVISI FUND RAISING.
Apa itu Divisi Fund Raising?
Adalah divisi yang merupakan sub dari Departemen Keuangan di bawah Direksi yang tugasnya adalah melakukan upaya value creation baik organik maupun anorganik untuk terus-menerus mendatangkan uang dan modal kepada perusahaan tidak peduli kondisinya korporasi sedang maju biasa saja maupun sedang terpuruk.
Aktivitasnya adalah mencari pendanaan dari perbankan dan lembaga keuangan, melakukan investasi dan divestasi aset perusahaan, menambah lembar saham baru atau mengurangi lembar saham baru ( Right Issue). Mengumpulkan dana masyarakat melalui mekanisme crowdfunding. Menerbitkan surat hutang ( Commercial Paper) . Membuat klub investor. Menciptakan kerjasama joint venture dengan perusahaan atau korporasi lain.
Yang intinya semuanya adalah mendatangkan uang dan modal kepada perusahaan tanpa peduli kondisi perusahaan Apakah sedang baik-baik saja ataukah sedang berkembang. Uang modal akan masuk terus menerus dengan kegiatan FINANCIAL. ENGINEERING itu. Sehingga apapun kondisinya, perusahaan tidak akan pernah kesulitan cashflow.
Inilah yang dilakukan oleh perusahaan besar dan sudah menjadi praktek biasa namun belum dipahami oleh teman-teman di level UMKM atau di level korporasi tingkat awal dan menengah. Mereka pikir bisnis itu hanya masalah jual beli produk mengambil untung menyimpan sebagian untuk modal berikutnya ( business as usual).
Sedangkan perusahaan besar memandang bahwa aktivitas Fund Rising dan aktivitas financial engineering itu adalah aktivitas inti yang sama pentingnya dengan aspek operasional bisnis perusahaan dalam menjual belikan produknya.
Apakah anda pernah mendengar grup Sinarmas kekurangan cash? Apakah anda pernah mendengar Astra kekurangan cash? Apakah Anda pernah mendengar TransCorp kekurangan cash? Apakah anda pernah mendengar Mayora dan Winx group kekurangan cash?
Jawabnya nyaris anda tidak pernah mendengar bukan?
Itu karena nyaris tidak ada satupun perusahaan besar kemudian menjadi konglomerat hanya berlandaskan pada aktivitas jual beli dan pertumbuhan organik Semata. Tanpa aktivitas fard racing dan tanpa aktivitas finansial engineering itu pertumbuhan perusahaan tidak akan bisa cepat dalam mengejar momentum pertumbuhannya.
Ditungguin 20 tahun pun perusahaan omsetnya akan segitu-gitu saja asetnya juga akan segitu-segitu saja dan kemakmuran pemegang saham juga akan segitu-segitu saja. Karena perusahaan sehebat apapun itu tidak mungkin dalam setahun tumbuh lebih dari 30% omsetnya maupun labanya, kecuali memang lagi hoki.
Yang terjadi justru mungkin dalam periode 10-20 tahun perusahaan berjalan mengalami kondisi up and down dan bahkan beberapa balik ke situasi awal berdiri, alias kembali ke posisi nol lagi seperti kata mbak-mbak Pertamina. ” mulai dari nol ya Pak! ”
Dalam praktek di lapangan yang terjadi adalah ketika perusahaan sudah “cash flow drain” sudah hampir mati tenggelam, operasional perusahaan mengalami hambatan, barulah direksi panik dan bontang-panting ke sana kemari mencari pendanaan untuk menutup kekurangan cash tersebut.
Akhirnya korporasi terjebak mengambil pendanaan yang berbiaya mahal, aksi korporasi yang tidak tepat, buru-buru IPO sehingga sahamnya Gocap dan diperdaya oleh FA ( financial.advisor) yang mengambil porsi cash out yang terlalu besar saat IPO. Seperti kawan saya IPO mendapat cash out Rp 70 miliar kemudian diambil oleh FA-nya Rp 30 miliar.
Juga perusahaan dapat salah langkah dengan menerbitkan lembar saham baru saat kondisi laporan keuangan perusahaan sedang memburuk sehingga tidak laku ataupun kalaupun laku terpatok pada harga yang rendah.
Padahal ada alternatif pendanaan yang murah yaitu dengan softloan. Dengan bunga di bawah 10% per tahun dan tanpa agunan tanpa riba dan tanpa denda tanpa sita.
Kawan-kawan yang membutuhkannya yang sekarang sedang menderita cashflow drain bisa japri ke saya untuk mendapatkan alternatif pendanaan softloans ini khususnya bagi yang memiliki aset lebih dari 50 miliar dan omset 10 miliar per bulan dengan badan hukum PT dan laporan keuangan 3 tahun yang rapi dan tidak ada direksinya yang memiliki record buruk di SLIK. hanya itu syaratnya.
Yuk diskusi gratis, wa.me/6285282663172
Salam Barokah
Ahmad Anke DS.
Kyai Marketing