MYNEWSINDONESIA.COM- Centre for Indonesia Strategic Actions (CISA) tentang sikap publik terhadap wacana penambahan masa jabatan presiden menyatakan 58,25 persen tidak setuju presiden menjabat tiga periode.
Wacana yang saat ini terus mengelinding deras bak bola salju itu kini makin menuai kontraversi. Walaupun dukungan dan suara-suara yang mendesak untuk dilakukan amandemen UUD 45 terus berlomba paling nyaring, namun atas dasar konstutusi dan etika politik hendaknya juga jadi bahan renungan para elite bangsa ini.
Mencuatnya wacana penambahan masa jabatan Presiden/Wakil Presiden menjadi 3 periode atau perpanjangan sampai tahun 2027 ditolak oleh mayoritas masyarakat Indonesia.
“Disamping alasan konstitusi, pengaruh ketidakoptimalan kinerja pemerintah selama pandemi dianggap menjadi salah satu aspek yang mendasar penyebab persepsi publik tidak menginginkan wacana tersebut direalisasikan,” terang Herry Mendrofa, Direktur Eksekutif CISA dalam keterangan tertulisnya diterima fajar.co.id, Jumat (3/9/2021).
Hal ini terlihat dari 58,25 persen responden menolak dengan penambahan periode (masa jabatan) Presiden menjadi 3 periode.
Meskipun demikian, ada 28,83 persen responden menyatakan setuju dengan wacana tersebut. Responden yang menyatakan sangat tidak setuju sebanyak 8,25 persen, tidak tahu/tidak menjawab 2,58 persen dan sangat tidak setuju terdapat 2,09 persen responden.
“Bahkan ihwal rencana perpanjangan waktu kepemimpinan Presiden Jokowi hingga tahun 2027 juga ditolak oleh publik walaupun dengan alasan efektifitas dan efesiensi dalam konteks optimalisasi kinerja pemerintahan,” jelasnya.
Persepsi tersebut tergambarkan dari 60,08 persen responden tidak setuju dengan wacana yang dimaksud.
Adapun yang menyatakan setuju hanya 25,42 persen responden, yang sangat tidak setuju 8,42 persen, sangat setuju 2,75 persen dan tidak tahu/tidak menjawab 2,33 persen.
Pengambilan sampel dilakukan melalui Simple Random Sampling. Sampel terdiri dari 1.200 responden. Margin of Error 2,85% dengan tingkat kepercayaan di 95%. Wilayah Survei dilakukan di 34 Provinsi di Indonesia secara proporsional melalui Wawancara Langsung dengan menerapkan protokol kesehatan antara surveyor dan responden. (MY/MYNN/Fajar.co.id)