MYNEWSINDONESIA.COM-Buku yang ditulis oleh Pengacara, Praktisi Hukum, H. Aldwin Rahardian M, SH., M.AP., CIL yang tak lain adalah suami dari Senator DKI Jakarta, Fahira Idris, sejatinya membuka tabir bahwa kepemilikan senjata api untuk beladiri adalah penting dan harus dijalankan dengan penuh tanggungjawab oleh Pemegang IKHSA atau izin kepemilikan senjata yang yang diatur oleh peraturan Kepala Kepolisian Republik Indonesia.
Menurut Fahira, buku ini sejatinya ingin menjelaskan secara teratur dan terstruktur semua aspek hukum senjata api bela diri. “Dari aspek hukum administrasi misalnya seputar perizinan, mulai dari izin penjualan dan impor, pemilikan dan penggunaan senjata api bela diri sampai pencabutan izinnya dan penyelesaian sengketa seputar izin dan pencabutan izinnya,” katanya seperti yang diunggah di Instagranm pribadinya di akun @fahiraidris Sabtu, 07 Agustus 2021.
Tak lupa, ia pun mengucapkan terima kasih yang disampaikan kepada Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo atas support dan perkenannya memberikan kata pengantar dalam buku “Aspek Hukum Atas Senjata Api Bela Diri’ ini. “Terimakasih kepada Bapak Bambang Soesatyo dalam memberikan support dan kata pengantarnya,” kata Senantr dari DKI Jakarta ini dalam akun Instagram Officialnya.
Dalam sambutannya, Ketua MPRI RI, Bambang Soesatyo mengatakan bahwa apa yang ditulis oleh Praktisi Hukum Aldwin Rahardian ini sejatinya mengulas secara terperinci aspek-aspek mendasar terkait aspek admnistratif dan izin kepemilikan senjata api bela diri, sehingga buku ini layak jadi panduan wajib dan referensi utama bagi praktisi hukum dan pemegang IKHSA, sehingga buku ini jadi buku wajib yang dimiliki oleh anggota PERIKHSA dan praktisi hukum lainnya,” ujar Wakil Ketua Umum Golkar ini dalam sambutannya.
Lebih lanjut, Bambang Soesatyo yang juga Ketua Perkumpulan Pemilik Izin Khusus Senjata Api Bela Diri Indonesia (PERIKHSA) ini juga menyampaikan bahwa setiap izin kepemilikan senjata api bela diri asti akan diminta petanggungjawabannya. “Ini yang mesti diperhatikan secara cermat,” katanya.
Secara gamblang, Fahira menambahkan, sedangkan aspek hukum pidananya diurai mengenai saat kapankah seseorang dapat membela dirinya dengan menggunakan senjata api atau kapankah seseorang yang menggunakan senjata api dalam keadaan terpaksa tidak dapat dipidana. “Selain itu dibahas pula delik-delik apa saja yang terkategori sebagai penyalahgunaan senjata api yang dapat menjadi dasar untuk menjatuhkan sanksi pencabutan izin kepada pemegang izin senjata api bela diri,” katanya.
Di sisi lain, ia menambahkan, buku ini juga ditujukan sebagai pembuka diskusi ilmiah diskursus tentang senjata api bela diri terutama dari aspek hukum dan diharapkan menjadi salah satu referensi baik bagi akademisi maupun praktisi di bidang hukum.
“Tentunya buku ini belum sepenuhnya sempurna dan sangat terbuka untuk kritik dan masukan, tetapi ini adalah ikhtiar awal penulis agar berbagai persoalan bangsa ini mulai dibicarakan dalam format dan forum ilmiah sebagai jalan untuk mencari yang terbaik bagi bangsa ini,” katanya.
Buku ini, ia menegskan, merupakan buku yang wajib dimiliki oleh para praktisi hukum, para pemegang izin IKSHA. “Tujuannya agar mengetahui tanggung jawab dan aturan2, berdasarkan peraturan perundang-undangan,” katanya.