MYNEWSINDONESIA.COM-Pada hari Rabu, 7 Juli 2021 Tim Pengawal Peristiwa Pembunuhan Enam Pengawal Habib Rizieq Syihab (HRS), atau disingkat TP3, telah meluncurkan buku berjudul Buku Putih: Pelanggaran HAM Berat Pembunuhan Enam Pengawal HRS. Acara peluncuran berlangsung secara daring dan live streaming video channel/youtube, yang diikuti puluhan ribu peserta dari berbagai kalangan, termasuk para penandatangan Petisi Rakyat untuk Penuntasan Kasus Pembunuhan Enam Pengawal HRS.
Acara dimulai dengan sambutan oleh Dewan Pengarah TP3 M. Amien Rais, yang sekaligus meresmikan peluncuran Buku Putih. Selanjutnya sambutan dan tanggapan disampaikan oleh Letjen TNI (Purn) Yayat Sudrajat, SE (mantan Sesmenkopolkam dan Kabais TNI), KH Dr. Abdullah Hehamahua, Mayjen TNI (Purn) Soenarko (mantan Pangdam Iskandar Muda dan Danjen Kopassus), Habib Muhsin Al Attas, Prof. Dr. Daniel M. Rosyid, Prof. Dr. Chusnul Mar’iyah, Ph.D, Dr. M. Taufiq SH. MH., KH. Slamet Ma’arif dan KH. Dr. Muhyiddin Junaidi.
Bertindak sebagai Moderator adalah Dr. Marwan Batubara, dan berperan sebagai MC adalah Dr. Taufiq Hidayat.
Buku Putih secara resmi disusun dan diterbitkan oleh TP3. Misi pokok TP3 adalah melakukan pengawalan. Dalam menjalankan misinya, ungkap Marwan Batubara, yang juga menjabat sebagai Badan Pekerja TP3, antara lain TP3 menguji kebenaran langkah dan pernyataan pemerintah maupun penegak hukum sehubungan dengan pembunuhan atas enam warga negara Indonesia yang kebetulan merupakan laskar FPI, pengawal HRS.
Keberadaan TP3, kata Marwan, adalah sebagai perwujudan peran serta masyarakat yang oleh Pasal 100 UU No.39 Tahun 1999 tentang HAM memang diberikan hak untuk berpartisipasi dalam perlindungan, penegakan dan pemajuan hak asasi manusia.
Buku Putih TP3 banyak membeberkan fakta dan analisis yang belum pernah dimuat oleh media masa, terlebih media utama (main stream). Buku Putih, jelas Marwan, menyajian hasil temuan dan kajian bahwa pembunuhan terhadap enam pengawal HRS bukan merupakan tindak pidana biasa dan bukan dilakukan hanya oleh polisi saja (merujuk Kapolda Metro Jaya Irjen Fadil Imran pada Konferensi Pers tanggal 7 Desember 2020), tetapi melibatkan juga kekuatan bersenjata dan aparat negara di luar institusi TNI dan Polri secara sistematis. “Oleh karena itu, pembunuhan terhadap enam pengawal HRS merupakan kejahatan yang memenuhi kriteria sebagai kejahatan terhadap kemanusiaan (crime against humanity), sehingga merupakan Pelanggaran HAM Berat yang mengharuskan diselenggarakannya Pengadilan HAM sesuai dengan UU No.26 Tahun 2000,” katanya dalam ketengan tertulisnya.
Buku Putih TP3, lanjutnya, merupakan bagian dari rangkaian ikhtiar TP3 untuk mencari dan mengungkap kebenaran, menyampaikan informasi, fakta dan kajian secara tertulis. “Buku Putih juga merupakan jawaban atas sikap Presiden Jokowi yang telah mempersilahkan TP3 menyampaikan temuan-temuan dan hasil kajiannya untuk dijadikan dasar petimbangan dalam penuntasan peristiwa pembunuhan enam pengawal HRS,” tegasnya.
Janji Presiden untuk menangani perkara ini secara transparan, adil dan dapat diterima oleh publik, hanyalah mungkin jika Pengadilan HAM digelar serta menggunakan fasilitas UU No.26 Tahun 2000 yang memberikan kesempatan untuk dapat mengajak peran serta TP 3 dan/atau masyarakat pegiat HAM sebagai anggota ad hoc penyelidik, ad hoc penyidik, ad hoc penuntut Umum dan hakim ad hoc dalam peradilan HAM, sesuai dengan mandat dari pasal-pasal 18, 21, 23 dan 27 UU No.26 Tahun 2000. Selain itu, hal yang lebih penting adalah bahwa Buku Putih ini dapat menjawab pertanyaan publik perihal bagaimana dan siapa sebenarnya yang harus bertanggungjawab dalam peristiwa tersebut.
Saat memberi sambutan pada acara perluncuran Buku Putih, Dewan Pengarah TP3 Dr. Amien Rais menilai pihak Polri dan TNI secara kelembagaan tak terlibat dalam skenario dan implementasi pembunuhan terhadap enam Laskar FPI di Tol Jakarta-Cikampek KM50. Dalam hal ini TP3 ingin memberikan klarifikasi bahwa yang dimaksudkan Dr. Amien Rais adalah keterlibatan pimpinan tertinggi lembaga tersebut sebagai sentral atau pengarah utama operasi.
Dr. Amien Rais tidak pernah menyampaikan tidak ada pelanggaran HAM berat dalam kasus pembunuhan enam pengawal HRS. Beliau hanya menyatakan Polri dan TNI sama sekali tak terlibat dalam penyusunan skenario implementasi pelanggaran HAM berat tersebut.
Terkait hal di atas, TP3 menilai dan menegaskan bahwa TNI dan Polri tetap menjadi alat atau bagian dari operasi yang dikendalikan dan diarahkan oleh lembaga negara lain. Keterlibatan lembaga-lembaga TNI/Polri dan lembaga negara lain ini, merupakan satu kesatuan operasi yang bersifat sistemik, dan dapat pula ditelusuri keterlibatannya secara seksama baik sebelum terjadinya pembunuhan maupun setelah pembunuhan.
Hal ini telah diungkap secara komprehansif dalam Buku Putih. Operasi lembaga-lembaga negara ini memenuhi kriteria “sistemik” yang diatur dan dipersyaratkan dalam Pasal 7 dan Pasal 9 UU No.26/2000 tentang Pengadilan HAM. Itulah sebabnya TP3 menyimpulkan telah terjadi pelanggaran HAM berat.
Buku Putih TP3, kata Marwan, telah memberikan arahan yang jelas bahwa telah terjadi pelanggaran HAM berat. Informasi dan kajian yang dipaparkan pada buku dapat dijadikan dasar bagi Komnas HAM untuk segera melakukan penyelidikan “pro-yustisia” yang sebenarnya belum pernah dilakukannya.
Pernyataan sikap TP3 ini, tegasnya, sekaligus membantah pernyataan Menko Polhukam yang membuat kesimpulan sendiri secara miring dan misleading bahwa pelanggaran HAM berat tidak pernah dilakukan oleh oknum-oknum pelaku pembunuhan tersebut. TP3 heran sekaligus prihatin, bagaimana bisa seorang Prof. Mahfud begitu happy dan bernafsu membuat pernyataan yang menyesatkan publik tanpa membaca Buku Putih TP3 terlebih dahulu.
Padahal, sesuai permintaan resmi Kemenko Polhukam kepada TP3 tertanggal 21Juni 2021, Buku Putih TP3 telah dikirim kepada Prof. Mahfud pada 2 Juli 2021. “Jangan-jangan Prof. Mahfud belum sempat atau malah tidak berminat membaca buku tersebut,” katanya.