MYNEWSINDONESIA.COM-Keprihatinan terhadap nasib pelaku UMKM Makanan Minuman (mamin) dan petani tebu di Jawa Timur mendorong perasaan senasib dalam menyuarakan kondisi yang memprihatinkan akibat pemberlakuan Peraturan Menteri Perindustrian No 03 Tahun 2021. Pasalnya, Permenperin tersebut mengancam keberlangsungan UMKM mamin serta perbaikan nasib dan kesejahteraan petani tebu di Jawa Timur.
Keprihatinan tersebut disuarakan dalam gerakan massa damai yang bertajuk “Istighotsah untuk Kesejahteraan Petani Tebu dan Pelaku UMKM Makanan Minuman di Jawa Timur,” yang dilaksanakan di Jawa Timur, Senin (14/06/2021).
Hadir dalam Istighotsah tersebut KH. Syafruddin Syarif selaku Katib Syuriah PWNU Jawa Timur & Ketua MUI Jatim, Dr. Listyono Santoso selaku Ketua Lakpesdam NU Jawa Timur, Gus Ghufron Achmad Yani selaku Ketua Lembaga Pengembangan Pertanian (LPP) NU Jawa Timur, H. Moch. Sholeh dari Perwakilan Pelaku UMKM, Sidoarjo, dan H. Warsito dari Perwakilan Petani Tebu, Tuban.
Lebih dari 300 peserta yang mewakili pelaku UMKM mamin di Jawa Timur, perwakilan dari petani tebu, serta para simpatisan turut hadir dalam acara istighotsah bersama tersebut dalam rangka menyatakan dukungan dan kepedulian terhadap nasib petani tebu dan pelaku UMKM mamin di Jawa Timur.
Gus Ghufron Achmad Yani dalam sambutannya mengatakan, keresahan petani tebu saat ini terjadi karena sulitnya memasarkan gula dari kebun petani karena membanjirnya gula rafinasi di pasar. Permenperin 03/2021 yang mengizinkan impor gula menyebabkan gula rafinasi merembes ke pasar, sedangkan aturan tersebut sama sekali tidak mengatur kewajiban membina petani tebu dan menanam tebu sesuai dengan kapasitas produksi. Hasilnya, petani tebu harus gigit jari karena hasil keringatnya tidak dapat dinikmati dan swasembada gula, sebagaimana menjadi amanat undang-undang tidak akan tercapai.
Di sisi lain, nasib yang sama juga dialami pelaku UMKM mamin di Jawa Timur yang tidak dapat menjalankan mesin produksinya karena harga gula rafinasi yang mahal. Selama ini, pelaku UMKM dapat melakukan produksi barang konsumsi, seperti kopi sasetan, cemilan skala kecil dengan bahan baku gula rafinasi yang diambil dari pabrik gula di Jawa Timur. Karena Permenperin 03/2021 pelaku UMKM harus menderita karena ongkos produksinya naik berkali lipat dan bila dipaksakan berproduksi, usaha skala rumahan tersebut akan rugi.
“Kami berkumpul karena senasib sepenanggungan dari kebijakan kementerian yang kurang peduli dengan nasib rakyat kecil. Sampai dengan saat ini, suara kami belum didengarkan. Karena itu, kami menggelar kegiatan di akar rumput untuk memperjuangkan nasib kami yang selama ini sudah terhimpit,” ujar H. Warsito, petani tebu asal Tuban
Listyono Santoso menambahkan, pemerintah harus turun lebih ke bawah dan melihat praktik yang selama ini terjadi di lapangan dan dampak kebijakan impor gula yang tidak tepat sasar.
Apabila pemerintah ingin menghadirkan swasembada gula, impor gula seharusnya diarahkan untuk mengisi kekurangan panen tebu yang selama ini tidak bertambah jumlah produksinya karena tidak ada upaya serius membina kebun petani tebu. Alih-alih menambah produksi tebu, impor gula justru diperbolehkan oleh perusahaan yang tidak memiliki kebun tebu.
“Kalau dibilang Permenperin itu tidak ada masalah, harusnya diklarifikasi ke lapangan. Fakta di lapangan justru sangat berbeda. Pemerintah tidak boleh tutup mata dengan nasib rakyat kecil yang ibaratnya sudah jatuh ditimpa tangga, karena pandemi dan dipersulit lagi oleh berbagai kebijakan yang tidak berpihak kepada kepentingan mereka,” katanya.
Sementara itu, perwakilan dari pelaku UMKM mamin di Jawa Timur H. Moch Sholeh mengatakan, pihaknya berharap ada solusi dalam jangka pendek dan jangka panjang untuk nasib UMKM mamin di Jawa Timur. Dalam jangka pendek, seharusnya pemerintah memperbolehkan pabrik gula di Jawa Timur memasok gula rafinasi kepada pelaku UMKM di Jawa Timur. Sedangkan dalam jangka panjang, Permenperin 03/2021 harus direvisi agar tidak menimbulkan keresahan di tengah masyarakat, terutama petani tebu dan pelaku UMKM mamin di Jawa Timur.